Adelaide: Diet puasa yang berfokus pada makan pagi dapat menjadi kunci mengurangi risiko terkena diabetes tipe 2. Peneliti University of Adelaide dan South Australian Health and Medical Research Institute (SAHMRI) di Australia menyimpulkan hal tersebut.
Diabetes tipe 2 adalah penyakit kadar gula yang melebihi batas normal sebagai akibat cara tubuh memproses gula darah (glukosa). Pada diabetes tipe 2, tubuh tidak mampu memproduksi cukup insulin, atau menolak insulin, zat pengontrol kadar gula.
Mereka membandingkan dua jenis diet: diet puasa intermiten dengan batasan waktu makan, dan diet rendah kalori. Mereka ingin melihat manakah yang lebih bermanfaat bagi orang yang berisiko dengan diabetes tipe 2.
“Menjalani diet puasa intermiten dengan batasan waktu makan bisa membantu mengurangi peluang terkena diabetes tipe 2,” kata penulis senior dari University of Adelaide, Profesor Leonie Heilbronn, Adelaide Medical School.
“Para peserta yang berpuasa tiga hari dalam seminggu, hanya makan antara jam 8 pagi hingga 12 siang pada hari-hari itu, menunjukkan toleransi glukosa yang lebih baik setelah 6 bulan dibandingkan yang menjalani diet rendah kalori setiap hari,” katanya, seperti dikutip dari University of Adelaide, Minggu (9/4/2023).
“Para peserta yang mengikuti diet puasa intermiten juga lebih peka terhadap insulin dan mengalami pengurangan lipid darah yang lebih besar dibandingkan mereka yang menjalani diet rendah kalori,” kata Leonie.
Diabetes tipe 2 terjadi ketika sel-sel dalam tubuh tidak merespons insulin dengan efektif. Sel-sel kehilangan kemampuannya memproduksi hormon tersebut yang bertanggung jawab dalam mengontrol glukosa dalam darah.
Lebih 200 peserta direkrut dari Australia Selatan dalam studi 18 bulan dan dipublikasikan dalam jurnal ilmiah, Nature Medicine. Para peserta, baik diet puasa intermiten maupun diet rendah kalori mengalami penurunan berat badan yang serupa.
“Ini adalah studi terbesar di dunia hingga saat ini dan yang pertama untuk menilai bagaimana tubuh mengolah dan menggunakan glukosa setelah makan, yang merupakan indikator risiko diabetes yang lebih baik daripada tes puasa,” kata penulis pertama, Xiao Tong Teong, mahasiswa PhD di University of Adelaide.
“Hasil studi ini menambah bukti semakin banyak untuk menunjukkan bahwa waktu makan dan saran berpuasa dapat meningkatkan manfaat kesehatan dibandingkan diet rendah kalori, terlepas dari penurunan berat badan. Dan, hal ini bisa berpengaruh dalam praktik klinis,” katanya.