PLN Pastikan Operasional PLTU Suralaya Aman Selama Nataru

Jakarta: PLN memastikan operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Suralaya aman selama periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2023. Kesiapan yang diutarakan oleh PLN ini dikarenakan pasokan energi primer, yakni batu bara telah terpenuhi sampai 30 hari operasi (HOP).

Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Rida Mulyana alam kunjungannya ke PLTU Suralaya, Minggu (25/12/2022). Ia memastikan pasokan energi untuk masyarakat dalam momen Nataru ini terjamin.

“Signifikan perannya untuk sistem Jamali jadi kita pastikan rantai pasoknya mulai dari energi primer sampai kesiapan operatornya hingga penyediaan listrik ke masyarakat bisa kita pastikan tercapai,” ujar Rida.

Lebih lanjut, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mengatakan dirinya optimis, pembangkit dengan total kapasitas 3.400 megawatt (MW) ini dapat beroperasi. PLTU Suralaya ditargetkan dapat memenuhi kebutuhan listrik di sistem Jamali selama Nataru 2023.

Dengan kapasitas tersebut, PLTU Suralaya memasok sekitar 12 persen dari kebutuhan listrik di sistem Jamali. Sehingga, PLTU ini memiliki peran vital bagi kelistrikan Jamali.

“Nataru tahun lalu kondisi pasokan batu bara di Suralaya ini agak kritis, tahun ini sangat baik, dan menjadi HOP terbaik sepanjang sejarah. Capaian ini merupakan buah dari kolaborasi antara Pemerintah, PLN dan seluruh stakeholder,” ucap Darmawan.

Pada Nataru 2022, kondisi pasokan batu bara di PLTU Suralaya sempat berada dalam titik krisis dengan HOP kurang dari 7 hari. Sementara pada tahun Nataru 2023, pasokan batu bara mencapai 30 HOP.

Menurut Darmawan, capaian ini hasil dari upaya PLN bersama-sama dengan Pemerintah dan stakeholder di industri batu bara domestik, selalu sinergi dan berkoordinasi. Hal ini dilakukan untuk memastikan ketersediaan energi primer terpenuhi.

Dari sisi pengawasan, sejak awal tahun 2022, PLN telah melakukan perubahan paradigma dalam monitoring dan pengendalian pasokan batu bara. Semula, pengawasan hanya berfokus pada titik bongkar (estimated time of arrival/ETA) kini menjadi berfokus di titik muat/ loading.

“Dengan sistem seperti ini maka jika ada potensi kegagalan pasokan karena ketersediaan batu bara maupun armada angkutannya, akan dapat dideteksi lebih dini. Tak hanya itu, corrective action dapat dilakukan as early as possible sehingga kepastian pasokan dapat lebih terjaga,” ucap Darmawan.

Langkah pengawasan dilakukan tak hanya melalui fisik di lapangan tetapi juga dengan integrasi sistem monitoring digital. Monitoring tersebut dilakukan antara sistem PLN dengan sistem di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.

0Shares

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *